Tuesday, August 01, 2006

Sepuluh Mitos Salah Mengenai Pengusaha

Oleh : Ir. Goenardjoadi G, MM *)

Untuk bisa menjadi pengusaha dibutuhkan modal yang besar. Seorang pengusaha berarti mencari uang, bukan mengeluarkan uang. Kita bisa menjadi penyalur baby sitter, sekretaris, operator telepon, atau satpam. Bisa juga menjadi guru taekwondo yang dimulai dari satu murid. Kalau muridnya berkembang, sewa ruangan 2 jam per minggu. Namun, jika muridnya 200 orang, bisa sewa ruko di belakang kantor.
Seorang pengusaha itu butuh keahlian tinggi. Kebanyakan orang menjadi pengusaha dari hal yang paling simple. Misalnya, Secure Parking hanya mencatat mobil masuk dan mobil keluar dikalikan Rp 2.000 per jam (lewat 1 menit bayar 1 jam).

Seorang pengusaha harus ulet. Guru les Mandarin di Apartemen Taman Anggrek mendidik anak-anak dilingkungan apartemen (8 tower) sekitar 2.500 keluarga, mampu membeli 2 unit aparteman dengan mencicil dari uang les murid-muridnya.

Seorang pengusaha dibutuhkan keberanian besar. Prabowo, dulunya Komandan Kopasus, Panglima Kostrad, membuat sekolah satpam, dan mendidik Satpam. Untuk bisa tersenyum kepada cutomer pun pasti membukakan pintu atau mengangguk "selamat pagi."

Seorang pengusaha harus anaknya pengusaha. Sebab harus ada yang mengajari. Itu dulu, sebelum adanya internet dan layanan short massage service (SMS). Sekarang, asal ada warnet, semua orang bisa mencari (search) di situs google atau lainnya.

Seorang pengusaha juga berisiko beasr. Bisa saja nanti income lebih rendah daripada gaji bulanan. Apa risikonya menjadi perusahaan outsource credit card agent? Mendidik satpam, mendidik sales promotion girl (SPG), mendidik calon reporter, guru les taekwondo, dan sebagainya. Satu orang murid membayar Rp 200.000 ribu per bulan, lima murid membayar Rp 1 juta per bulan, 20 murid membayar Rp 4 juta per bulan, dan 200 murid membayar Rp 40 juta per bulan.

Seorang pengusaha harus memiliki kecerdasan tinggi. Itu sudah tahu sendiri. Bagaimana jika menjadi pengusaha membutuhkan keahlian dan pengalaman. Justru itu pintu masuk yang salah. Sebab, menjadi pengusaha jangan bermula dari keahlian, karena itu bertentangan dengan hokum alam. Mulailah dari melihat kebutuhan masyarakat.

Seorang pengusaha istrinya cantik-cantik. Itu katang-kadang benar, tapi tidak semua demikian. Menjadi pengusaha itu serakah, rakus, dan jahat. Lho, itu pengusaha, apa perampok atau pedagang sabu-sabu? (Sumber Harian Indo Pos – Jum'at, 27 Januari 2006).

No comments: