Tuesday, August 01, 2006

Butuh Kejujuran, Selanjutnya Konsisten Bentuk Jaringan

Oleh : Achsanul Qosasi *)

Saya merupakan pedangan kecil yang bergerak dalam bidang jual beli barang kebutuhan rumah tangga berupa sabun cuci. Saya mengambil barang itu dari teman saya di Jawa dengan pembayaran tempo seminggu. Barang dikirim atau terkadang saya jemput. Produk tersebut banya diminati masyarakat kecil. Selain harganya murah, juga mutunya tidak kalah dengan produk terkenal. Tapi, saya mengalami kesulitan dalam menentukan harga yang selalu menggunakan sistem dengan menjual lebih tinggi dari pada harga beli. Saya yakin sistem saya ini kurang benar karena seringkali saya mengalami kerugian stelah biaya-biaya saya bebankan dan setelah ada penagihan ongkos kirim. Bagaimana caranya menghitung harga jual atau berapa jumlah minimal penjualan saya untuk menutup biaya agar saya tidak rugi? – Abdul Karim, Sawangan (Depok)

Pak Karim Yth, Bapak sudah berhak mendapat predikat entrepreneur karena sudah berhasil menjalankan program "Membangun Kompetensi Bisnis." Bapak telah mampu memanfaatkan calah yang ada di masyarakat kecil yaitu "daya beli." Saat ini, banyak masyarakat yang telah berpikir logis dengan membandingkan kemampuan dan pegeluaran. Mereka tidak lagi berkhayal memakai produk terkenal, apalagi yang bersifat coba-coba. Di sinilah sebenarnya realitas pasar yang masih potensial dalam situasi ekonomi seperti saat ini, yaitu memanfaatkan dan menyesuaikan dengan daya beli masyarakat.

Sebenarnya, menghitung harga jual bukan perkara pelik. Untuk menghitungnya, kejujuran dalam menghitu dan menentukan biaya serta konsistensi kita dibutuhkan untuk mulai belajar memisahkan antara biaya dagangan dan biaya rumah tangga. Kegagalan bukan hanya karena masalah pasar dan pemodalan yang selama ini diyakini banyak pihak. Namun, justru pada pola pikir, sikap dan pola tindak para pelaku usaha itu sendiri. Dalam Kasus itu, kelemahan bukan terletak pada pasar dan suplai barang, tetapi lebih terkonsentrasi pada pola perhitungan biaya dan pembagian arus kas yang masih lemah. Hal tersebut dialami oleh hampir semua Usaha Kecil Mikro (UKM) yang ada di Indonesia.

Pak Karim, dengan tempo pembayaran satu minggu, sebenarnya Bapak sudah diberikan modal uasha oleh principal di Jawa. Sekarang tinggal bagaimana mempercepat perputaran itu guna meraih untuk yang maksimal. Untuk menghitung harga jual usaha Bapak dan sejumlah pembaca yang mengalami kasus mirip dengan Pak Karim, ada baiknya untuk mencoba menjalankan beberapa langkah ini :
Pertama, tentukan biaya . Penentuan biaya itu membutuhkan kejujuran Bapak untuk mencantumkan semua komponen biaya yang terkait dengan produk dari Jawa hingga ke tempat (rumah/toko) Bapak di Depok. Misalnya, biaya kirim atau biaya transportasi pengambilan, biaya telepon dan biaya si penjaga toko. Kalau toko menyewa, masukkan biaya sewa setelah dibagi 12 bulan. Penetapan biaya itu maksimal 5 persen dari jumlah totoal pembelian. Jadi, kalau bapak belanja selama sebulan Rp 30 Juta, harus dialokasikan Rp 1,5 juta sebagai biaya.

Kedua, Bapak harus menetapkan siklus pembelian (1 minggu, 2 minggu, atau satu bulan). Siklus pemeblian tersebut menentukan besarnya biaya yang akan dibebankan. Biasanya untuk mempermudah, pengusaha menetapkan siklus pembelian dalam satu bulan.

Ketiga, setelah itu Bapak tentukan keuntungan yang ingin diperoleh (5 persen atau 10 persen). Kalau keuntungan yang diingikan 10 persen, total semua biaya di atas harus dibagi 5 persen. Dari hasil tersebut menunjukkan apakah rugi, impas, atau untuk. Kalau hasilnya sama dengan jumlah penjualan, berarti Bapak impas, jika hasilnya lebih kecil akan untuk dan jika lebih besar berarti rugi. Untuk menutup kerugian tersebut, penjualan harus didongkrak naik minimal sebesar hasil pembagian tersebut.

Dalam kasus itu, apabila penjualan hanya 30 juga per bulan, biaya Rp 1,5 juta dan margin 5 persen, Bapak akan mengalami impas. Sehingga, penjualan harus didongkrak naik ke angka Rp 40 juta atau Rp 50 juta untuk mencapai keuntungan atau margin dinaikkan menjadi 10 persen. Apabila hasil pembagi tersebut lebih kecil dari jumlah penjualan, itu akan menunjukkan keuntungan yang diraih, tinggal dibagi siklus/perputaran usaha itu sendiri. Selanjutnya hanya dibutuhkan efisiensi dan konsistensi untuk terus membentuk jaringan pasar dengan tetap menjalankan prinsip kepekaan terhadap pesaing dan pencatatan pembukuan untuk merekam perkembangan usaha. Selamat berkarya.
*) Achsanul Qosas, Direktur Sharia Consultant dan Executive Director Technopreneur Institute (Sumber Harian Indo Pos – Juni 2006)

No comments: